Oleh : Migi Syahrizal
Kampung Wisata
Adat Cisungsang terletak persis di tepi kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Masih asri.
Tak jauh dari Cisungsang, terdapat perbatasan Banten dan Jawa Barat dengan
sungai yang menjadi garis pemisah Kabupaten Lebak dan jawa
barat. Dari ibu kota Rangkasbitung,
jarak kampung adat ini sekitar 150 kilometer, sedangkan dari Jakarta sekitar
280 kilometer.
Rumah-rumah di
kampung Wisata Adat Cisungsang terlihat rapih dengan tata letak kampung yang
dinamis. Seluruh rumah warga adat tampak menghitam dengan atap ijuk dari pohon
aren. Rumah-rumah kecil berdiri di antara gawir-gawir (tebing) yang tak terlalu
tinggi, mengapit satu rumah besar dan dua balai pertemuan di bawahnya yang
menjadi pusat Kampung Wisata Adat Cisungsang.
Kata Cisungsang juga dibentuk dari dua
suku kata, ‘ci’ dan ‘sungsang’. Secara harfiah kata ‘ci’ adalah bentuk singkat
dari cai dalam bahasa Sunda, yang berarti air. Sedangkan ‘sungsang’, dalam
bahasa Sunda berarti terbalik atau berlawanan dari keadaan yang sudah lazim.
Maka istilah Cisungsang dapat diartikan air yang mengalir kembali ke hulu
(mengalir secara terbalik). Warga kampung percaya
Cisungsang didirikan oleh anak Prabu Siliwangi yang bernama Prabu
Walangsungsang yang telah mengalami situasi ‘Ilang Galuh Pajajaran’. Raja ini
memberikan banyak keturunan bagi masyarakat Sunda yang tersebar di hampir
seluruh daerah Jawa Barat. Warga Kampung Cisungsang percaya bahwa kampung
mereka merupakan desa pertama yang dibuka oleh Walangsunsang. Mereka
menyebutnya dengan istilah ‘Guru Cucuk’. Apih Jampana, salah satu sesepuh
Cisungsang mengatakan, wilayahnya adalah lahan hutan yang dipilih para leluhur
untuk dijadikan tempat tinggal. Itulah alasan mengapa Desa Adat Cisungsang
disebut Desa Kasepuhan Banten Kidul atau Kesatuan Adat Banten kidul. Sedangkan
kampung adat lain dalam keluarga Kasepuhan Banten Kidul seperti Ciptagelar,
Cicarucub, Citorek, dan lainnya adalah perluasan dari Cisungsang.
Terbuka
Sedikit berbeda
dengan masyarakat Baduy, masyarakat Cisungsang lebih terbuka terhadap
perkembangan, seperti baduy menggunakan sistem isolasi yakni masyarakatnya
(baduy dalam) tidak dapat beralkulturasi dengan masyarakat luar, sedangkan
masyarakat cisungsang tidak seperti itu terbukti dengan adanya penerangan
listrik, bentuk rumah, bertani sudah menggunakan alat-alat yang modern dan
media elektronik sudah ada seperti TV, Radio, Tape Recorder, Telepon dan
Satelit. Namun tentu saja tanpa meninggalkan budaya asli leluhurnnya seperti
bentuk rumah tradisi yaitu rumah kayu berbentuk panggung dengan alat memasak
tungku (hawu) yang di atasnya dilengkapi tempat penyimpanan alat-alat dapur
yang disebut Paraseuneu.
Saren Taun
Upacara Seren
Tahun
Ritual ini
merupakan ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa setelah panen padi
dilaksanakan. Seren Taun merupakan akhir dan awal kegiatan sosial masyarakat
adat Kasepuhan Cisungsang. Disebut akhir, karena pada ritual Seren Taun seluruh
Masyarakat Adat Kasepuhan Cisungsang memberikan laporan aktivitasnya selama
setahun ke belakang; disebut pula sebagai awal, karena pada ritual ini Kepala
Adat (Abah Usep Suyatma Sr) memberikan wejangan-wejangan dan bekal untuk
aktivitas setahun ke depan.
Upacara Seren Tahun
Ritual ini juga merupakan ajang
silaturahmi antara anggota masyarakat kasepuhan dengan Ketua Adat, di mana
masyarakat Kasepuhan melaporkan kegiatan selama setahun kepada Kepala Adat
(ABAH). Seren Taun melibatkan seluruh masyarakat Kasepuhan yang dipimpin oleh
Kepala Adat (Abah). Setelah menentukan Waktu pelaksanaan ritual, kemudian Abah
mengundang para penasehat, perangkat Kasepuhan dan para Rendangan (perwakilan
Masyarakat adat), tokoh agama, tokoh pemuda, pemerintah desa, kecamatan,
kepolisian dan menyampaikan rangkaian kegiatan yang dimaksud. Ritual Adat Seren
Taun yang dilaksanakan selama 7 hari 7 malam, bertempat di IMAH GEDE, yaitu
tempat kediaman Abah, diisi dengan berbagai kegiatan dan ritual adat. Ritual
Adat Seren Taun juga merupakan puncak siklus dari Tradisi Masyarakat Kasepuhan
Cisungsang dalam proses pengolahan, menanam, memelihara, menyimpan dan
menghargai Padi (dalam kepercayaan Masyarakat Kasepuhan Cisungsang, Padi
diposisikan sebagai Dewi Sri).
Upacara Seren Tahun
Adat
cisungsang yang begitu bagus dan begitu elok oleh keragaman budaya di Indonesia
yang sangat hsrus kita jaga dan lestarikan peninggalan dari leluhur kita kita
harus bisa mengekspor ke mata dunia bahwa begitu banyak budaya yang berada di
Indonesia karena kita adalah bhineka tunggal ika karena bermacam-macam suku
teta satu tujuan.
Comments
Post a Comment